Senin, 25 Oktober 2021

Penyuluhan Pertanian

 

Kelembagaan Penunjang

            Kelembagaan penunjang pertanian yang ada di pedesaan sangat beragam. Lembaga-lembaga tersebut meliputi lembaga produksi (kelembagaan tani), lembaga penyedia sarana produksi (kios-kios pupuk dan obat-obatan serta KUD), lembaga penyuluhan pertanian, lembaga pelayanan permodalan atau lembaga finansial (Bank, LKP, Koperasi simpan pinjam dan UPKD), lembaga ketenagakerjaan, lembaga pengolahan hasil pertanian, lembaga pelayanan jasa mekanisasi dan lembaga pemasaran hasil pertanian.

            Lembaga-lembaga penunjang pertanian tersebut hampir terdapat di semua desa yang menjadi lokasi penelitian. Akan tetapi keberadaan lembaga pertanian tersebut tidak semua mempunyai daya dukung yang sama dalam program pembangunan pertanian. Daya dukung kelembagaan adalah besarnya kemampuan kelembagaan untuk mendukung (secara berkelanjutan) berlangsungnya suatu program pembangunan pertanian. Peranan lembaga-lembaga itu dalam pembangunan pertanian belum terintegrasi secara baik dalam mendukung keberlanjutan pembangunan pertanian.

            Lembaga-lembaga penunjang pertanian di pedesaan pada wilayah lahan kering relatif lebih statis dibandingkan dengan yang berada di wilayah lahan basah. Dinamika lembaga penunjang pertanian pada wilayah lahan kering mempunyai hubungan dengan dinamika petani lahan kering dalam melakukan aktivitas usahatani. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa daya dukung kelembagaan penunjang pertanian pada wilayah lahan kering tergolong memiliki daya dukung subsisten dan sub-optimum.

a.      Lembaga Produksi (Kelembagaan Tani)

            Keberadaan kelompok tani belum berfungsi optimal untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pertanian. Kegiatan-kegiatan kelompok untuk menjaring informasi teknologi-teknologi baru pada sumber teknologi hampir tidak pernah dilakukan. Anggota kelompok tani belum menganggap kelompok tani sebagai media belajar dan penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan usahatani. Teknologi-teknologi yang diterapkan petani selama ini merupakan hasil belajar sendiri dan keaktifan mereka untuk mencari informasi teknologi diantara mereka sendiri. Petani padi memperoleh saprodi di kios yang terletak di ibukota kecamatan, sedangkan penjualan hasil pertanian dilakukan kepada pedagang pengumpul yang datang ke desa. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan kelompok tani belum optimal. Banyak teknologi-teknologi yang belum mapu diakses petani dan penyebaran teknologi belum mampu menjangkau semua lapisan petani.

            Keaktifan anggota kelompok tani untuk mendukung kegiatan kelompok sebagai media belajar bagi mereka relatif sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persentase kehadiran yang sangat sedikit dalam setiap pertemuan kelompok tani. Peserta yang hadir kurang memberikan kontribusi saran dan pendapatnya. Keaktifan kegiatan kelompok tani yang ada tidak terlepas dari berjalannya sistem penyuluhan. Kegiatan penyuluhan diharapkan dapat memberi motivasi kelompok tani untuk melakukan perubahan-perubahan yang lebih produktif dan efesien.

            Tingkat penerapan teknologi oleh petani sayur-sayuran pada lahan kering dataran tinggi relatif tinggi, demikian juga tingkat penerapan teknologi oleh petani tembakau pada wilayah lahan kering dataran rendah juga relatif tinggi. Sedangkan tingkat penerapan teknologi untuk tanaman pangan, tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan dan peternakan masih relatif sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung kelembagaan produksi dalam penggunaan teknologi sifatnya tidak statis karena sangat tergantung pada jenis komoditas yang dinilai oleh mereka mempunyai peluang pasar yang tinggi.

b.      Lembaga Penyedia Sarana Produksi

            Jumlah pedagang sarana produksi dan kios yang terdapat setiap desa di kabupaten Lombok Timur cukup sebanyak. Kios sarana produksi menyediakan sarana produksi untuk petani meliputi benih, pupuk dan obat-obatan tanaman. Jenis benih dan pupuk yang banyak dijual adalah benih padi sawah, benih jagung dan pupuk Urea, SP36, ZA dan NPK. Jenis saprodi yang relatif kurang diperdagangkan oleh kios-kios saprodi di desa-desa adalah obat-obatan ternak. Sebagian peternak masih merasa kesulitan untuk memperoleh obat-obatan ternak. Sementara keberadaan KUD yang sebagian besar berada di kota kecamatan yang berfungsi sebagai penyalur saprodi kepada anggota relatif tidak aktif lagi.

            Kios sarana produksi tersebut tidak semua menjual setiap hari, sangat tergantung musim dimana saprodi dibutuhkan petani atau disesuaikan musim tanam. Kios saprodi yang berada di kota kecamatan relatif menjual saprodi setiap hari dengan daya jangkau sasarannya lebih luas. Daya dukung lembaga penyedia sarana produksi pada program pertanian ditentukan oleh waktu atau musim dan jenis komoditas yang diusahakan petani.

            Sistem pembayaran untuk pembelian saprodi oleh pedagang ke distributor adalah bervariasi yaitu ada yang membayar kontan dan yang bayar sebagian (sistem panjar). Sistem pembayaran untuk penjualan saprodi juga bervariasi; ada yang dibayar kontan, dipanjar yang baru akan dibayar lunas setelah panen, dan sistem ijon dengan bungan 30 – 40% per musim. Misalnya ijon pupuk Urea sebanyak 1 kw dibayar setelah panen senilai Rp. 250.000,-.

            Di bidang peternakan mutu bibit akan menentukan tingkat produksi yang lebih baik dalam usahata ternak. Kualitas bibit ternak sapi Bali masih sangat rendah bahkan petani/ peternak sudah mengalami kesulitan untuk memperoleh mutu bibit sapi Bali yang baik. Untuk memperoleh bibit sapi yang berkualitas harus didukung oleh penerapan teknologi dan kelembagaan. Akan tetapi kelembagaan yang secara khusus memproduksi dan menyediakan bibit sapi Bali yang berkualitas di pedesaan belum ada.

            Peningkatan kualitas sapi Bali melalui penerapan teknologi budidaya perlu menjadi prioritas. Kelembagaan pembibitan sapi Bali yang secara khusus memproduksi bibit sapi Bali yang berkualitas belum tersedia. Bibit sapi Bali yang dihasilkan yang kurang terseleksi dengan mutu yang kurang terjamin akibatnya sering muncul masalah reproduksi, dan tingkat kematian anak tinggi.

c.       Lembaga Penyuluhan dan Informasi Teknologi

            Penyuluhan dan pembinaan petani yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait masih relatif kurang. Daya dukung lembaga ini sangat tergantung pada komoditas dominan yang di tanam dan tingkat intensifikasi yang diterapkan. Akhir-akhir ini kegiatan PPL untuk melakukan penyuluhan pada kelompok tani semakin berkurang. Hal ini sebagai dampak dari daya dukung yang optimum dari kelembagaan ini selama revolusi hijau serta perubahan kebijakan pemerintah pusat dalam memberikan otonomi kepada pemerintah daerah.

            Kurangnya kegiatan penyuluhan di pedesaan menyebabkan arus transformasi inovasi teknologi yang dibutuhkan petani mengalami penurunan. Selama tiga tahun terakhir ini kegiatan penyuluhan dan pembinaan kelompok tani tidak pernah dilakukan PPL. Kegiatan penyuluhan terutama dari PPL tanaman pangan relatif kurang. Sampai dengan saat ini kelembagaan informasi teknologi di pedesaan yang secara khusus melakukan kegiatan transfer teknologi, memberikan pelayanan konsultasi teknologi dan pemberdayaan kelembagaan tani belum ada. PPL perkebunan melakukan pembinaan kepada petani binaannya yang menjadi mitra dari perusahaan tembakau.

                        Kebijakan pemerintah yaitu perubahan struktur organisasi lembaga pemerintah dimana saat ini PPL berada di bawah Pemerintah Daerah menyebabkan tidak dilakukan lagi program penyuluhan, kegiatan PPL terbatas bahkan tidak ada kegiatan sama sekali. Dengan adanya Undang-Undang Otonomi Daerah maka segala urusan pemerintahan diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten termasuk ujung tombak pembangunan pertanian di lapang yaitu PPL. Tugas PPL saat ini tidak hanya sebagai penyuluh pertanian, namun sebagian waktunya untuk menyelesaikan administrasi kantor sehingga program penyuluhan praktis tidak ada. Penyuluhan dilakukan apabila ada kegiatan proyek di wilayah kerjanya.

            Kegiatan pembinaan kelompok khusus pada tanaman tembakau yang masih berjalan adalah yang dilakukan oleh Penyuluh Lapang Perkebunan (PLP) yang merupakan tenaga teknis dari perusahaan tembakau relatif aktif memberikan bimbingan kepada petani tembakau baik petani yang tergabung dalam kelompok binaan maupun petani swadaya.

d.      Lembaga Pelayanan Permodalan

            Lembaga finansial yang dominan biasa ada di desa adalah lembaga finansial non formal seperti koperasi tani, kelompok simpan pinjam, KUB, UPKD, UKM dan LKM serta yang paling dominan selalu ada di pedesaan yaitu yang bersifat perorangan seperti rentenir. Lembaga finansial non formal selain yang bersifat perorangan tidak semua terdapat di desa dan pelayanan permodalan kepada petani untuk kegiatan usahatani sangat kurang. Bahkan terdapat sebagian lembaga finansial non formal yang tidak aktif lagi. Daya jangkau dari lembaga-lembaga tersebut relatif terbatas pada wilayah dusun atau desa. Kekuatan permodalan yang dimiliki sangat terbatas dan tidak mampu melayani kebutuhan petani. Daya dukung kelembagaan ini untuk melayani kegiatan program-program pertanian sangat terbatas.

            Lembaga permodalan atau lembaga finansial formal seperti BRI, BPR dan LKP sebagian besar terdapat di kota kecamatan. Daya jangkau lembaga tersebut hanya di sekitar kota kecamatan dan belum mampu melayani kegiatan program pertanian. Lembaga-lembaga tersebut lebih dominan melayani perkreditan di sektor-sektor lain di luar pertanian. Lembaga permodalan lain seperti BNI dan bank-bank lain hanya terdapat di daerah tertentu dimana kegiatan usahatani petani yang memiliki dinamika lebih tinggi seperti di Kecamatan Sembalun yang merupakan sentra produksi sayur-sayuran dan di Kecamatan Aikmel yang menjadi sentra produksi jagung untuk di lahan sawah irigasi.

            Akses masyarakat ke bank khususnya di daerah lahan kering dataran tinggi seperti di Kecamatan Sembalun relatif cukup baik yaitu ke BRI dan BNI yang ada Kecamatan Aikmel atau ibukota kabupaten yaitu Selong. Nasabah BRI dan BNI cukup banyak di Desa Sembalun Lawang dan Sajang. Berbeda dengan masarakat petani di wilayah lahan kering dataran rendah yang relatif lebih kering, akses mereka pada Bank sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh persyaratan-persyaratan untuk peminjaman modal relatif rumit dirasakan bagi petani dan tidak dapat dijangkau oleh petani kecil atau petani miskin.

            Birokrasi yang dipandang agak berbelit-belit dari lembaga keuangan formal dan adanya sistem jaminan di sebagian lembaga keuangan formal menyebabkan petani merasa kesulitan mengakses lembaga keuangan formal. Dalam mengatasi masalah keuangan, secara cepat, mudah dan tanpa jaminan, hanya dengan modal saling percaya dan kejujuran adalah melalui rentenir dan pengijon. Mereka merasa lebih bebas untuk meminjam uang atau sarana produksi di kios saprodi, tetangga, dan keluarga, serta pelepas uang (istilah petani bank rontok/bank subuh/bank keliling) dengan bunga yang relatif tinggi. Lemahnya lembaga keuangan di tingkat desa sehingga petani tidak bisa melepaskan diri dari sistem ini merupakan salah satu penyebab kemiskinan berkesinambungan di desa.

            Modal usahatani terutama usahatani tembakau di wilayah lahan kering dataran rendah sebagian kecil bersumber dari usahatani padi dan usaha ternak. Kekurangan modal umumnya diperoleh dengan meminjam dari perusahaan atau gudang dalam bentuk sarana produksi dan pelepas uang dengan bunga yang relatif tinggi, bunga pinjaman yang dikenakan oleh pelepas uang atau rentenir yaitu bisa mencapai 100 persen dalam satu musim tanam, sehingga dikenal dengan istilah bank empat enam artinya meminjam empat bagian dikembalikan sebesar enam bagian. Pelayan permodalan atau perkreditan berupa saprodi (bibit/benih, pupuk dan obat-obatan) dari perusahan tembakau relatif terbatas dan tidak mampu melayani semua petani tembakau. Jangka waktu pinjaman sekitar enam bulan atau pembayaran dilakukan setelah panen dan langsung diperhitungkan dari hasil penjualan tembakau di tambah bunga 12,5%.

            Ketergantungan petani kepada rentenir dan ijon tidak hanya untuk memperoleh modal usahatani, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keterbatasan sumberdaya dan tidak adanya lembaga keuangan formal yang dapat diakses petani menyebabkan ijon menjerat petani di segala bidang kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga maka segala jenis komoditi pertanian seperti, pisang, panili, kopi dan bahkan anak sapi yang masih dalam kandungan terpaksa diijonkan petani.

e.       Lembaga Pemasaran

            Secara umum pasar untuk hasil pertanian dan peternakan telah tersedia. Jumlah pedagang yang membeli hasil pertanian baik dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten dan propinsi cukup banyak dan mempunyai jaringan pemasaran yang kuat dalam sistem pemasaran. Pedagang jagung, tembakau, sayur-sayuran dan pedagang ternak misalnya mempunyai jaringan yang kuat dalam sistem pemasaran. Volume pembelian dan penjualan hasil cukup tinggi dengan tingkat harga yang bersaing. Beberapa komoditas tertentu seperti ternak sapi, bawang putih, bawang merah, jagung, tembakau, kopi, kakao, dan panili telah bersaing di pasar regional dan internasional.

            Komoditas tembakau merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan di wilayah kering dataran rendah (lahan sawah tadah hujan) yang telah membangun pola kemitraan dengan perusahaan tembakau mulai dari produksi sampai pemasaran hasil yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

            Petani yang sebagian besar memiliki permodalan yang sangat terbatas mengharapakan dari pola kemitraan usahatani tembakau ini mendapat dukungan penyediaan sarana produksi (pupuk dan obat-obatan) dan pemasaran hasil. Namun demikian dalam hubungan kemitraan ini petani berada pada posisi yang lemah, seperti misalnya dalam penentuan harga jual yang berdasarkan grade. Keberadaan kelembagaan tani relatif lemah dan dalam meningkatkan posisi tawar. Hal ini karena semua yang bergerak dalam bisnis tembakau masing-masing menerapakan strategi untuk mencari keuntungan. Dalam dunia bisnis bahwa setiap pelaku bisnis akan menerapkan strateginya sendiri untuk memperoleh keuntungan walaupun itu dilakukan dengan tidak jujur.

f.        Lembaga Ketenagakerjaan Pertanian

            Daya dukung kelembagaan ketenagakerjaan pertanian bersifat tidak statis karena sangat tergantung pada waktu, jenis pekerjaan dan jadwal kegiatan pertanian yang ada. Dukungan lembaga ini yang tergantung pada waktu adalah kegiatan pengolahan tanah, tanam, penyiangan dan panen untuk tanaman padi dilakukan menjelang dan selama dan akhir musim hujan; kegiatan pengolahan tanah, penanam, penyiraman dan panen pada tanaman tembakau dan tanaman sayur-sayuran.

            Kelompok-kelompok kerja buruh tani adalah kelompok buruh tanam dan panen tanaman padi dan tembakau, dengan jumlah satu kelompok kerja berkisar 8 – 12 orang. Kelompok-kelompok kerja tersebut cenderung bersifat parmanen karena pembentukan kelompok didasarkan domisili anggota. Mobilitas tenaga kerja juga sangat tergantung pada jenis komoditas dan tingkat intensifikasi. Komoditas tembakau dan sayur-sayuran (bawang merah, bawang putih, cabai dan kubis) misalnya membutuhkan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

g.      Lembaga Pelayanan Jasa Mekaniasi Pertanian

            Pelayanan jasa alsintan yang biasa ada pada kegiatan pertanian adalah penyewaan traktor pada kegiatan pengolahan tanah, penyewaan huller untuk penggilingan gabah, penyewaan mesin pemipil jagung serta penyewaan alat open untuk pengeringan daun tembakau. Pemilikan alat-alat mekanisasi tersebut umumnya bersifat perorangan kecuali terdapat sebagian kecil huller maupun traktor yang merupakan milik KUD dan kelompok.

Kemampuan dan keterbatasan tenaga kerja manusia untuk melakukan pekerjaan tersebut secara manual serta waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif lama maka daya dukung dari kelembagaan ini akan meningkat.

 

Sinopsis Kascing ( Kompos Cacing)

 

PEMBUATAN KASCING(KOMPOS CACING) DI LIMBAH JAMUR MERANG

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sumber pangan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk meningkatkan hasilnya. Namun peningkatan hasil pertanian biasanya diikuti dengan bertambahnya limbah pertanian. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar dari input energi, 70 % hasil pertanian merupakan materi sisa hasil panen dan apabila tanpa diolah akan menjadi limbah.

Limbah sisa hasil pertanian dapat digunakan sebagai pupuk untuk memperbaiki kondisi tanah, dan biasanya disebut istilah pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos. Keberadaan pupuk organik seperti kompos kian dibutuhkan sebagai bahan baku produksi tanaman. Belakangan ini permintaan kompos (pupuk organik) menunjukkan grafik yang terus meningkat. Bahkan eksport kompos Indonesia sudah sampai ke negara Ghana (Afrika) untuk perkebunan kapas, dan Singapura untuk lapangan golf, belum lagi permintaan buyer asing yang sudah berminat, seperti dari negara Jepang dan Korea (Sudirja, 2009).Selain itu, kelangkaan pupuk di musim tanam, harga pupuk kimia yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu, beban subsidi pemerintah yang semakin meningkat, dan program Go Organik 2010 akan memperbesar penggunaan kompos.

Kompos yang digunakan sebagai pupuk alternatif disebut pupuk organik. Pupuk organik ini merupakan pupuk yang berasal dari limbah organik pertanian, hewan seperti pupuk kandang atau pupuk hijau, dan kompos yang berbentuk cair maupun padat. Salah satu limbah pertanian dan kotora nematoda yang sering dikenal di sekitar kita yaitu limbah jamur merang dan kotoran cacing. 

Kascing adalah pupuk organik yang berupa kotoran cacing yang telah dikeringkan. Kascing berasal dari sampah-sampah organik berupa sayur-sayuran, buah-buahan, daun-daunan, kotoran binatang, bangkai yang telah mengalami penguraian yang kemudian dimakan oleh cacing dan menjadi pupuk yang mengandung unsur hara yang akan meningkatkan kesuburan dan mudah diserap oleh tanaman. Hal ini terjadi disebabkan kascing tersebut dalam prosesnya telah mengalami 2 kali proses penguraian. Yang pertama oleh bakteri, yaitu saat sebelum dikonsumsi oleh cacing. Dan yang kedua oleh cacing itu sendiri, yaitu saat berada dalam perut cacing lalu mengalami penguraian lewat proses metabolik.

Proses pembuatan kompos jenis ini tidak berbeda dengan pembuatan kompos pada umumnya yang membedakan hanya starternya yang berupa cacing.Kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena kotoran cacing memiliki bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-partikelnya lebih kecil dan lebih kaya akan bahan organik sehingga memiliki tingkat aerasi yang tinggi dan cocok untuk dijadikan media tanam.Kompos cacing memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama dengan bahan organik yang diurainya.

Kandungan zat hara pada kascing yaitu : 
C : 20,20 % Zn : 3,35 mg/100g
N : 1,58 % Mg : 21,80 mg/100g
P : 70,30 mg/100g Fe : 1,35 mg/100g
K : 21,80 mg/100g Mn : 66,15 mg/100g
Ca: 34,99 mg/100g Bo : 3,43 mg/100g

Disamping itu, kascing juga mengandung hormon pengatur tumbuh tanaman antara lain : giberelin, sitokinin, dan auxin. Itulah sebabnya kascing dapat menyuburkan tanaman dan juga dapat memperbaiki kualitas tanaman.

Kascing merupakan pupuk organik, namun kascing mempunyai kelebihan dari pupuk organik lainnya disebabkan kascing mempunyai hampir semua unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dan unsur makronya lebih tinggi, besifat netral dengan PH rata-rata 6,8. Dengan demikian nilai tambah dari kascing, mutunya lebih baik dan penggunaannya menjadi lebih sedikit.

Kascing mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh pupuk anorganik (buatan) yaitu:

·         Dapat memperbaiki struktur tanah,baik struktur biologi, kimiawi serta fisikanya.

·         Kascing dapat menambah kandungan humus atau bahan organik, ini disebabkan C/N nya rendah.

·         Kascing dapat memperbaiki jasad renik tanah, dan dapat menambah usur hara makanan yang dibutuhkan tanaman.

Sedangkan mamfaan kascing diantaranya adalah:

·         Kascing sebagai pupuk akar

Pupuk akar yang dimaksud adalah pupuk yang diberikan ke akar langsung baik dengan cara dibenamkan atau ditaburkan. Cara pemberian kascing untuk tanaman yang baru dipindah atau tanaman dalam pot.Letakkan kascing dibawah akar tanaman sebanyak 200 – 400 gram. Pemberian kascing berikutnya selang 45-60 hari.Untuk tanaman yang sudah tinggi atau tanaman tahunan, gali melingkar pohon tepat dibawah tajuk ( bayang-bayang daun), masukkan kascing 500–1000 gram.Pemberian pupuk berikutnya selang 3 bulan.

Untuk tanaman semusim cukup diberikan kascing 3 kali selang 45 hari. Pemakaian secara umum setiap 1 kg kascing untuk 1-2 m2. Pemakaian kascing yang berlebihan tidak akan mematikan tanaman, bahkan leih baik dan penggunaan pupuk anorganik dapat ditiadakan.

·         Kascing sebagai pupuk daun

Pupuk daun ialah pupuk yang diberikan (disemprot/disiram) langsung ke daun.Cara penggunaan kascing untuk pupuk daun, kascing terlebih dahulu direndam ke dalam air, setiap 1kg kascing dapat direndam dengan 10 liter air kemudian diaduk merata dan diamkan sehari semalam dan sering diaduk.Air rendaman kascin berwarna coklat muda, bila airnya bewarna coklat tua dan kehitam-hitaman berarti kascingnya tidak murni atau masih bercampur dengan media dan pakan cacing yang umumnya menggunakan kotoran ternak. Saat mau menggunkan, saring terlebih dahulu, dan airnya dapat disemprotkan atau disiramkan langsung ke daun. Ampasnya masih dapat direndam lagi untuk dipergunakan hari berikutnya.Apabila air rendaman kascing sudah jernih, berarti sudah tidak dapat dipergunakan sebagai pupuk daun. Ampas sisa rendaman dapat diberikan ke akar tanaman,walaupun sudah berkurang kandungan zat haranya,namun masih dapat menggemburkan tanah sebagai humus.Pupuk daun ini cocok untuk sayur-sayuran,cabai,dananggrek.

 

·         Kascing sebagai perikanan

Dengan menggunakan kascing, kolam atau tambak akan menjadi lebih subur dan tidak beracun. Ini disebabkan plankton-plankton dalam kolam akan tumbuh subur, sehingga hasilnya akan lebih banyak dan khusus untuk bandeng, hasilnya bandeng tidak berbau lumpur.Pada umumnya cara penggnaan kascing ialah setelah kolam atau tambak dikeringkan kurang lebih 5 – 7 hari, digenangi airsetinggi 5cm selama 3 hari.Kemudian dasar kolam dicangkul supaya menjadi lumpur, setelah itu tebarilah kascing 1kg setiap 1m2 dan biarkan selama seminggu baru diisi air. Kolam siap ditebari ikan. Kascing juga dapat dipergunakan untuk pakan ikan sebagaipengganti pellet, dengan demikian dapat menghemat biaya pemeliharaan.

·         Kascing sebagai media jamur 

Kascing dapat dipergunakan sebagai campuran media untuk pembuatan jamur, terutama jamur merang dan jamur tiram. Jamur pada umumnya memerlukan zat-zat seperti yang diperlukan tanaman, misalnya : N, P, K. Sedangkan kascing mengandung semua unsur-unsur tersebut, bahkan kandungannya lebih tinggi sehingga akan menghasilkan jamur yang lebih banyak dan besar-besar.

1.2 Tujuan Praktek Lapang

            Adapun tujuan dari praktek lapang ini adalah salah satu kegiatan mahasiswa dilapangan sebagai syarat tugas akhir sebelum memasuki dunia kerja sesungguhnya dan juga untuk dapat membuat kompos cacing dengan menggunakan limbah jamur merang serta dapat dimamfaatkan sebagai pupuk organic untuk semua jenis tanaman.

1.3 Lokasi Praktek Lapang

            Lokasi untuk praktek lapang ini di lakukan di Lamkeunung Tungkop,Darussalam Aceh Besar.

1.4 Metode Penelitian

            Metode penelitian yang digunakan dalam praktek lapang ini adalah dengan menggunakan metode dekomposisi(eksperiment) dan analisis  NPK,Ca,Mg,PH dan C-organik di Laboratorium.

  1. Alat

Adapun alat yang akan digunakan diantaranya : Kayu, paku, palu, seng atab, timba, cangkul/garu, dll

  1. Bahan

Adapun bahan yang akan digunakan untuk pembuatan kompos cacing diantaranya : Kompos dan cacing

  1. Cara pelaksanaannya

-Membuat rak untuk pembuatan kompos cacing dengan ukuran panjang 2 meter x lebar 1  meter x tinggi 40 cm sebanyak 2 tangki.

-Masing-masing rak di isi dengan kompos jerami ( limbah jamur merang ) setebal 20 cm.

-Masukkan cacing ke media rak kompos yang pertama sebanyak 0,5 kg dan media rak yang kedua biarkan tanpa cacing.

-Cacing di berikan makanan dari limbah sayur setiap pagi dan sore.

-Setiap 2 hari sekali media di semprot dengan air agar tetap lembab.

-Setelah 1 bulan (30) hari, kedua percobaan tersebut,baik kompos yang menggunakan cacing maupun kompos yang tidak menggunakan cacing di analisis di laboratorium.

-Parameter yang diamati adalah N,P,K, dan C-organik.

 

1.5 Kesimpulan

            Kesimpulan yang dapat diringkas dari synopsis pembuatan kascing(kompos cacing) di limbah jamur merang adalah:

  • Kascing adalah pupuk organik yang berupa kotoran cacing yang telah dikeringkan. Kascing berasal dari sampah-sampah organik berupa sayur-sayuran, buah-buahan, daun-daunan, kotoran binatang, bangkai yang telah mengalami penguraian yang kemudian dimakan oleh cacing dan menjadi pupuk yang mengandung unsur hara yang akan meningkatkan kesuburan dan mudah diserap oleh tanaman.

·         kascing mengandung hormon pengatur tumbuh tanaman antara lain : giberelin, sitokinin, dan auxin. Itulah sebabnya kascing dapat menyuburkan tanaman dan juga dapat memperbaiki kualitas tanaman.

·         Kascing mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh pupuk anorganik (buatan) yaitu:Dapat memperbaiki struktur tanah,baik struktur biologi, kimiawi serta fisikanya, Kascing dapat menambah kandungan humus atau bahan organik, ini disebabkan C/N nya rendah, memperbaiki jasad renik tanah, dan dapat menambah usur hara makanan yang dibutuhkan tanaman.

·         Sedangkan mamfaan kascing diantaranya adalah: Kascing sebagai pupuk akar, kascing sebagai pupuk daun, Kascing sebagai perikanan, serta kascing sebagai media jamur.

Sinopsis Proposal Evaluasi Status Hara dan Arahan Pemupukan

 

EVALUASI STATUS HARA DAN  ARAHAN PEMUPUKAN SPESIFIKASI LOKASI PADA TANAH SAWAH DI GAMPONG LABUI KECAMATAN PIDIE KABUPATEN PIDIE

 

1.1       Latar Belakang

     Pengembangan lahan pertanian baru diluar jawa adalah salah satu upaya pokok dari Dapertemen Pertanian dalam rangka meningkatkan produksi beras secara berkelanjutan untuk mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. (Suharta at al.,1994 dalam Prasetyo,2006).

     Tanah yang baik untuk areal persawahan ialah tanah yang memberikan kondisi tumbuh tanaman padi yang baik dan produktivitas yang meningkat. Kondisi yang baik untuk perumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa factor diantaranya  posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat kemasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia dan tentunya juga dengan kandungan hara yang cukup.

     Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut, termasuk di sini lahan yang terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru (transmigrasi dan sebagainya). Lahan sawah di Indonesia biasa ditanami padi, yaitu tanaman penghasil beras yang menyokong kebutuhan pangan masyarakat Indonesia(Rezania,2008).

       Tanah sawah merupakan tanah yang sudah mengalami pengolahan antara lain pelumpuran dan penggenangan. Pengolahan tanah merupakan manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan yang dilakukan pada tanah sawah sudah diterapkan sejak jaman dahulu dan telah ditetapkan sebagai budaya pertanian meskipun sekarang diaplikasikan dalam sistem pertanian moderen. Pengolahan tanah sawah memang dianggap penting, tetapi Pengolahan secara intensif dapat menyebabkan kerusakan tanah misalnya kerusakan struktur tanah, penurunan agregasi tanah, serta degradasi bahan organik (Alibasyah, 2001 dalam Rezania,2008).

     Kesuburan tanah pada dasarnya mengkaji kemampuan suatu tanah untuk menyuplai unsure hara yang tersedia bagi tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. Unsur hara dalam bentuk tersedia dapat diserap akar tanaman,dan kelebihan unsure hara juga dapat menyebabkan racun untuk tanaman. Suplai unsure hara dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah yaitu,sifat fisik,kimia,dan biologi tanah untuk menentukan kesuburan atau tidaknya suatu tanah yang akan menentukan hasil suatu produksi tanaman/satuan luas tanah.

     Unsur hara merupakan sumber makanan pada tanaman sama seperti kita manusia, kita memerlukan makanan lengkap untuk dapat tumbuh dengan sehat, yaitu: protein, karbohidrat, kalsium, kalium, vitamin (empat sehat lima sempurna) yang berasal dari makanan daging sayuran, beras, gandum, buah, susu, dsb). Setidaknya ada enam belas unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman (unsur hara esensial) untuk mendukung pertumbuhannya, tiga diantaranya sudah tersedia di alam yaitu O2 (oksigen), C (karbon), H (Hidrogen). Ketiganya dapat bebas diperoleh dari udara dan air yang merupakan salah satu bahan penyusun tanah. Namun, ke tiga belas unsur hara lainnya sering menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman jika kebutuhan unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi atau kurang.

     Unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman terdiri dari unsure makro(N,P,K,Ca,Mg,dan S) sedangkan unsure hara mikro terdiri dari (Zn,Cu,Mn,Mo,B,Fe dan Cl). Unsur logam Pb, Cd juga terkandung dalam jaringan tanaman yang disebut hara Non-Esensial,sebab belum diketahui fungsi unsure haraa tersebut dalam tubuh tanaman. Secara umum semua unsure hara bersumber dari bebatuan induk tanah/mineral-mineral,kecuali unsure N yang berasal dari bahan organic. Mineral dalam bebatuan terlarut, unsure hara terbebas dan tersedia bagi tanaman (Lahuddin,2007).

     Pasca bencana gempa bumi dan tsunami akhir tahun 2004 di Provinsi NAD, menyisakan kerusakan fisik dan nonfisik yang masih belum dapat diperbaiki secara sempurna. Hal yang sama juga terlihat pada  kondisi lahan pertanian masyarakat yang sempat terendam air laut ketika bencana terjadi. Menurut Tim Penanggulangan Bencana Nasional Departemen Pertanian Republik Indonesia (2005) lahan sawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan berat seluas 20.101 ha, sedangkan kerusakan ladang mencapai 31.345 ha (Nurahmi,2010)

     Kesuburan tanah merupakan potensi suatu tanah untuk menyediakan unsur hara demimenjamin pertumbuhan tanaman yang maksimum dan memberikan hasil yang maksimum. Kesuburan tanah sangat berkaitkan antara kesuburan secara fisik dan kimia karena blsa saja terjadi secara kimia tanah itu subur tetapi secara fisik tidak mendukung pertumbuhan tanaman yang maksimum atau sebaliknya. Demikian juga tingkat kesuburan tanah dapat didukung oleh jenis dan jumlah tanaman per satuan luas melalui guguran daun, ranting, buah yang akan membusuk (dekomposisi), sehingga dapat membantu penyediaan unsur hara dan memperbaiki sifat fisik tanah bagi tanaman (Inyoman,et al,2013 dalam Ahmad, 2010).

     Kesuburan tanah memberikan gambaran tidak saja mengenai jenis unsur hara  tetapi juga jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah. Ketidak seimbangan unsur hara dalam tanah merupakan salah satu faktor dapat menurunkan hasil tanaman, sehingga diperlukan penambahan unsur hara melalui pemupukan.Menurut Inyoman,et al (2013) dalam Sofyan et.al. (2002)  pupuk merupakan sarana yang sangat penting untuk meningkatkan produksi pertanian. Pemupukan P dan K selama ini terus menerus telah diterapkan oleh petani, sehingga menyebabkan tanah berstatus hara P dan K tinggi.  Hal ini mengakibatkan ketidak seimbangan hara dalam tanah dan produktivitas lahan menurun.

     Menurut Inyoman, et al (2013) dalam Anna,et al (1997) dan Dikti  (1991) bahwa kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.Demikian juga Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan kesuburan tanah adalah ketersediaan hara untuk tanaman pada waktu tertentu, makin tinggi ketersediaan unsur hara secara berimbang makin subur tanah tersebut. Namun harus ditunjang  pula oleh sifat tanah yang lain seperti sifat fisik tanah dan biologi tanah dan diperlukannya pemupukan yang berimbang.

     Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam budidaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk kedalam tanah bertujuan untuk menambah atau mempertahankan kesuburan tanah, kesuburan tanah dinilai berdasarkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, baik hara makro maupun hara mikro secara berkecukupan dan berimbang. Pemberian pupuk ke dalam tanah akan menambah satu atau lebih unsur hara tanah dan ini akan mengubah keseimbangan hara lainnya (Bustami, et el.2012 dalam Silalahi et al, 2006). Hara nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) merupakan unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi. Menurut Bustami, et al (2012) dalam Salisbury dan Ross(1995) Unsur P merupakan unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman, yang berperan penting dalam berbagai proses kehidupan seperti fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel, dan metabolisme karbohidrat dalam tanaman). Menurut Bustami, et al (2012) dalam Taiz dan Zeiger (2002) fosfor juga berperan sebagai penyusun metabolit dan senyawa komplek sebagai aktivator dan kofaktor atau penyusun enzim.

     Permasalahan  utama  pertanian  di  wilayah  Blang Labui kecamatan Pidie Kabupaten Pidie adalah kurangnya unsure hara tanah dan arahan pemupukan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan berkurangnya hasil suatu produksi panen pangan khususnya tanaman padi.

     Pemupukan atau pengelolaan hara spesifik lokasi atau penerapan pupuk berimbang adalah upaya menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman agar tanaman tumbuh optimal. Langkah-langkah dalam pendekatan pemupukan spesifik lokasi adalah dengan (a) menetapkan tingkat hasil di suatu lokasi dan musim, bergantung pada iklim, varietas padi, dan pengelolaan tanaman, (b) memanfaatkan hara tanaman yang berasal dari sumber alami seperti dari dalam tanah, perombakan bahan organik, residu tanaman, pupuk kandang, dan air irigasi, dan (c) menggunakan pupuk kimia untuk mengisi kekurangan antara jumlah hara yang diperlukan tanaman sesuai tingkat hasil dengan hara yang secara alami tersedia. Manfaat dan dampak penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat waktu, dan jenis pupuk yang diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani meningkat. Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi padi lestari. Selain itu dapat mengurangi pemborosan 15 – 20% (Azwir dan Winardi dalam Kartaatmadja et al., 2009).

     Menurut Azwir dan Winardi ada berbagai metode penetapan pemupukan spesifik lokasi untuk padi sawah dimana antara satu sama lainnya saling mempunyai kelebihan atau kekurangan. Metode penetapan pupuk yang efektif dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis atau unsur pupuk, kondisi/kesuburan tanah, varietas padi yang digunakan, fase pertumbuhan dan kebiasaan petani menggunakan pupuk. Rekomendasi dan kebutuhan pupuk tersebut sudah barang tentu melalui salah satu atau kombinasi metode penetapan pupuk.

     Rekomendasi pemupukan N, P, K untuk padi sawah spesifik lokasi saat ini diatur melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/2006, tanggal 3 Januari 2006 berdasarkan Peta Status Hara P dan K Tanah Sawah skala 1:50.000 untuk setiap kabupaten. Bagi pemerintah daerah yang belum mempunyai peta tersebut, rekomendasi pemupukan P dan K untuk padi sawah dapat menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS). PUTS dapat mengukur kadar hara P dan K serta pH tanah secara langsung di lapangan dengan cepat, mudah, dan cukup akurat selama pengambilan contoh tanah dilakukan dengan benar. Namun takaran pupuk P dan K yang diberikan belum mempertimbangkan tekstur tanah. Tanah sawah yang bertekstur kasar dan halus dengan status hara P dan K yang dinilai rendah akan memperoleh takaran pupuk yang sama.

     Menurut Jabri, Program uji tanah bertujuan untuk menetapkan rekomendasi pemupukan. Uji tanah merupakan alat penting yang akurat untuk menilai status kesuburan dan produktivitas tanah. Akurasi data sangat ditentukan oleh teknik pengambilan contoh tanah, prosedur analisis, dan metodologi. Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah dimulai dengan pemilihan lokasi dengan status hara rendah, sedang, dan tinggi. Jika itu sulit dilakukan maka percobaan kalibrasi dilakukan dengan pendekatan lokasi tunggal atau spesifik lokasi berdasarkan famili tanah dengan status hara rendah. Selanjutnya dilakukan pembuatan status hara rendah, sedang, dan tinggi.

            Evaluasi status hara tanah merupakan salah satu cara untuk dapat menentukan kebutuhan hara tanah dan teknik pengelolaan yang akan dilakukan pada  suatu areal lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi status hara tanah (pH, N, P, K, Ca, Mg dan BO) berdasarkan posisi lahan  di Blang Labui Kecamatan Pidie  Kabupaten Pidie.

            Penelitian tanah sawah di daerah Gampong Labui, Pidie dilakukan pada sawah yang terus menerus ditanami padi dan juga tanaman palawija. Penelitian ini dikarenakan di duga menurunnya produksi padi di lahan sawah ini dikarenakan unsure hara tanah yang berkurang.

 

1.2       Tujuan Penelitian

     Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.      untuk mengetahui status hara pada lahan sawah di sawah gampong Labui kecamatan Pidie Kabupaten Pidie

2.      untuk mengetahui rekomendasi pemupukan dalam budidaya tanaman padi di sawah gampong Labui Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie terhadap tanaman yang dibudidayakan.

3.      untuk mengetahui refesiensi pemupukan pada lahan sawah dalam budidaya tanaman padi di sawah gampong Labui kecamatan Pidie kabupaten Pidie.

 

 

 

1.3               Waktu dan Tempat

            Pelaksanaan ini dilakukan di lahan sawah gampong Labui Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie yang akan berulang lokasi dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan bahwa selama ini banyak masyarakat Labui  yang  kurang mengetahui status hara tanah dan arahan pemupukan. Variabel penelitian ini adalah tanah dan pupuk yang akan dilakukan mulai dari  bulan januari sampai Mei 2017. Adapun parameter yang digunakan adalah pH, N, P, K, Ca,Mg dan BO.

1.4       Pelaksanaan Penelitian

     Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan  tahapan berikut:

1.      Metode Eksperimen desain,yaitu dengan melakukan percobaan dilapangan dengan mengambil sampel tanah pada beberapa titik untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang akan diteliti.

2.      Metode Deskriptif,yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.

3.      Laboratorium kimia tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yaitu menganalisis sampel tanah untuk mengevaluasi status hara tanah (pH, N, P, K, Ca, Mg dan BO) berdasarkan posisi lahan  di Blang Labui Kecamatan Pidie  Kabupaten Pidie.

PEMAMFAATAN GIS (Geographic Information System) UNTUK PERTANIAN

PEMAMFAATAN GIS (Geographic Information System)

UNTUK PERTANIAN

 

1.      Latar Belakang GIS

Sektor pertanian terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri,  pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain kontribusi langsung, sektor pertanian juga memiliki kontribusi yang tidak langsung berupa efek pengganda (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Dampak pengganda tersebut relatif besar sehingga sektor pertanian layak dijadikan sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional.

Perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam yang baik mutlak diperlukan dalam pengembangan pertanian. Tersedianya informasi potensi sumber daya lahan untuk pengembangan komoditas pertanian akan sangat membantu upaya peningkatan produksi komoditas pertanian secara berkelanjutan.  Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan pertanian adalah data spasial (peta) potensi sumberdaya lahan, yang memberikan informasi penting tentang distribusi, luasan, tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan (Suryana et.al, 2005).  Penginderaan Jauh Citra Satelit dan Geographic Information System (GIS) merupakan teknologi spasial yang sangat berguna dalam perencanaan pertanian.

 SIG adalah Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan,memperbaiki,memperbaharui,mengelola,memanipulasi,mengintegrasikan,menganalisis, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis." (ESRI,1990).

Menurut  Puntodewo, et.al, (2003) secara harafiah, GIS (Geographic Information System) atau Sistem Informasi Geografis (SIG)  dapat diartikan sebagai ”suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras,perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis”.

Konsep dasar SIG yaitu data yang merepresentasikan dunia nyata (real world) dapat disimpan, dimanipulasi, dan dipresentasikan dalam  bentuk yang lebih sederhana dengan layer – layer yang direalisasikan dengan lokasi – lokasi geografi di permukaan bumi. Hasilnya dapat digunakan untuk pemecahan berbagai masalah perencanaan dan pengambilan keputusan berkaitan dengan data kebumian.

 

Sistem Informasi yang berkaitan dengan catatan permukaan bumi (geografi) secara konvensional (manual, sederhana) telah dilakukan oleh berbagai instansi sejak lama dalam bentuk peta, tabel, dan laporan yang disimpan dalam almari dan filing cabinet.

Tujuan utama dari operasi SIG adalah:

  • untuk menemukan berbagai persoalan nyata permukaan bumi yang penting bagi kehidupan manusia.
  • untuk menentukan strategi dan langkah operasional penanganan berbagai persoalan permukaan bumi dan atau dekat permukaan bumi yang diketemukan.

 

Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi ke dalam lima komponen utama yaitu:

·         Perangkat keras (Hardware)

·         Perangkat lunak (Software)

·         Pemakai (User)

·         Data

·         Metode

Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu:

·         Data spasial

Data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya di representasikan berupa grafik , peta , atau gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x dan y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

·         Datanon-spasial

Disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu Map Info Profesional 8.0. MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.

 

2.      Aplikasi GIS dalam Perencanaan Pertanian

Aplikasi SIG di bidang Pertanian penyusunan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pertanian di setiap Kabupaten dilakukan untuk memberikan gambaran seputar data-data pertanian di setiap Kabupaten, hal ini dilakukan dengan perangkat komputer secara online dan update (terkini), sehingga memudahkan user dalam memonitor perkembangan informasi pertanian di setiap Kabupaten.

Manajemen pengelolaan sistem perlu dilakukan secara sistematis, cepat, dan akurat untuk mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan data pertanian di Kabupaten tersebut, Melalui pengaturan data yang baik, dengan melibatkan parameter-parameter perencanaan, dapat dilakukan pengelolaan dan pemeliharaan data pertanian daerah secara efektif dan efisien. Untuk mendukung sistem pengelolaan tersebut, perlu adanya sistem informasi data pertanian yang berbasis spasial dan tabular.

Sebagai suatu bentuk sistem informasi, GIS menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antar muka, saat ini banyak digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang berkaitan dengan wilayah geografis.  Subaryono (2005) mengemukakan bahwa GIS sering digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Para pengambil keputusan akan lebih mudah untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan GIS.

Gambar 1

Gambar 1. Aplikasi Citra Satelit dalam klasifikasi Pengguna Lahan

Gambar 2

Gambar 2. Perencanaan lahan-lahan pertanian yang akan ditanami jenis tanaman dengan varietas tertentu dalam pilot projek penelitian diversifikasi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Teknologi penginderaan jauh citra satelit mampu menyediakan data dengan cakupan yang luas, secara cepat dan tepat waktu. Dengan didukung sistem informasi geografis, maka perencanaan spasial dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat (Jaya, 2003). Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographic image) atau foto udara dan citra non foto (non photographic image).

Dalam perencanaan bidang pertanian, citra satelit dapat dimanfaatkan antara lain untuk  perencanaan pola tanam dan  perencanaan peremajaan tanaman.  Ketersediaan data citra dapat membantu dalam menetukan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditi tertentu sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Melalui citra, dapat diketahui gejala atau kenampakan di permukaan bumi.  Citra dapat dengan cepat menggambarkan objek yang sangat sulit dijangkau oleh pengamatan langsung (lapangan) melalui intrepretasi citra. Intrepretasi citra untuk mengenali objek dilakukan melalui tahapan deteksi, identifikasi dan analisis citra.

Salah satu keuntungan dari data citra satelit untuk deteksi dan inventarisasi sumberdaya lahan pertanian adalah setiap lembar (scene) citra ini mencakup wilayah yang sangat luas yaitu sekitar 60–180 km2 (360.000–3.240.000 ha). Dengan mengamati daerah yang sangat luas sekaligus,  beserta keadaan lahan yang mencakup topografi/relief, pertumbuhan tanaman/ vegetasi dan fenomena alam yang terekam dalam citra member peluang untuk mengamati, mempelajari pengaruh iklim, vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran sumberdaya lahan dan lahan pertanian (Puslit. Tanah dan Agroklimat, 2000).

Beberapa jenis citra satelit yang biasa digunakan adalah citra satelit Landsat, SPOT, Ikonos (untuk perencanaan penggunaan lahan dan hidrologi), NOAA, Meteor dan GMS (untuk klimatologi), dan lain sebagainya.  Ketersediaan citra IKONOS dan SPOT 5 yang mempunyai resolusi spasial yang tinggi telah membuka peluang untuk mendapatkan informasi tutupan lahan detail. Citra IKONOS telah digunakan oleh banyak pemerintah daerah kabupaten dan atau perusahaan swasta nasional untuk memetakan sumber daya alam yang ada di wilayahnya.

 

3.      Pemanfaatan GIS dan Citra Satelit dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Lillesand dan Kiefer (1990) mendefenisiskan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji.

Pemanfaatan SIG dalam bidang pertanian pada umumnya diperlukan beberapa data masukan, berupa data spasial seperti : peta rupa bumi, peta geologi, foto udara, citra satelit atau citra radar, dan data atribut seperti : data iklim, dan data social penduduk. Peta rupabumi digunakan sebagai dasar pembuatan peta administrasi dan peta kontur. Peta geologi digunakan untuk membantu analisis dan pembuatan peta tanah. Foto udara, citra satelit, dan citra radar digunakan untuk analisis dan pembuatan peta tutupan/ penggunaan lahan. Data iklim digunakan untuk analisis dan pembuatan peta curah hujan/ intensitas hujan. Data sosial penduduk digunakan untuk analisis dan pembuatan peta sebaran penduduk/ petani. Data-data sebagaimana tersebut di atas digunakan untuk pembuatan peta satuan lahan homogen atau peta dasar/ peta kerja lapang. Melalui pengamatan lapang dan analisis sampel tanah dan air di laboratorium, serta analisis statistik, kemudian dibuat peta akhir sesuai tujuan yang diharapkan.

Di bidang pertanian, produk SIG sangat berguna untuk memprediksi luas area dan produksi komoditas pertanian, penetapan centra pertanian, pemetaan potensi sumberdaya lahan, pengembangan agroindustri, dan agropolitan, serta prediksi sebaran hama dan penyakit tanaman. Produk SIG yang dibuat pada skala besar (detil) dan menggunakan data masukan beresolusi tinggi memberikan keakuratan hasil (produk) yang tinggi, namun daerah cakupan produk SIG umumnya tidak terlalu luas. Produk SIG yang dibuat dengan skala kecil serta menggunakan data masukan beresolusi rendah umumnya mempunyai tingkat keakuratan hasil yang rendah, namun mencakup daerah pemetaan yang luas.

Berkembangnya kemajuan teknologi komputer dan telekomunikasi, pemanfaatan SIG dalam bidang pertanian pada saat ini telah mengalami banyak kemajuan, diantaranya adalah :

·         untuk perumusan/ penetapan rencana strategi pengembangan pertanian;

·         prediksi luas panen dan produksi pertanian;

·          monitoring perubahan tataguna lahan pertanian;

·         penetapan daerah centra komoditas pertanian unggulan;

·         evaluasi sumberdaya lahan pertanian;

·         pembuatan jalur transportasi/ perdagangan komoditas pertanian antar daerah;

·         analisis pemasaran sarana produksi pertanian;

·         sebagai alat bantu analisis spasial berbagai penelitian pertanian; dan

·         sebagai alat bantu interaksi, komunikasi dan informasi antar petani dan paran pemerhati pertanian berbagai daerah/ negara..

Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan. Pemanfaatan teknologi Inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangan dan diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan sawah, lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi) terutama pada wilayah sentra produksi pangan.

Gambaran lain kajian yang mendukung optimalisasi lahan dalam bidang pertanian melalui analisis sistem informasi geografi :

·         Kajian Erosi Tanah

Kajian erosi tanah diperlukan data-data yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab erosi, seperti : data curah hujan harian selama 5 sampai 10 tahun terakhir, data sifat dan karakteristik tanah untuk menghitung besarnya erodibiltas tanah, data panjang dan derajad lereng, data vegetasi dan pertanaman yang diusahakan dan data tindakan konservasi tanah yang sudah atau sedang dikerjakan pada bidang lahan yang dikaji.

 

·          Kajian Serangan Hama Penyakit Tanaman

Kajian serangan hama penyakit tanaman data geospasial yang diperlukan antara lain data fisiografi wilayah, seperti bentuk lahan (landform), kelerengan, jenis tanah, dan sebaran vegetasi/ tanaman,data iklim, terutama curah hujan, intensitas penyinaran matahari, dan arah angin,data pola penggunaan lahan dan data sosial penduduk, yang meliputi adat istiadat/ perilaku masyarakat, mata pencaharian, tingkat perekonomian, dan tingkat pendidikan penduduk.

 

·         Pembuatan Sarana Pengairan Dan Jaringan Irigasi

GIS digunakan untuk membantu perencanaan irigasi dari tanah-tanah pertanian. GIS dapat membantu perencanaan kapasitas sistem, katup-katup, efisiensi, serta perencanaan distribusi menyeluruh dari air di dalam sistem.

 

Pembuatan sarana pengairan dan jaringan irigasi diperlukan data geospasial berupa data bentuk lahan makro, kelerengan dan lithologi, data penggunaan lahan, data sebaran penduduk dan kepemilikan lahan dan data sumber-sumber air alami, terutama jenis sumber air, lokasi, dan debit air.

 

 

 

·         Mengelola Produksi Tanaman 

GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumberdaya pertanian dan perkebunan seperti luas kawasan untuk tanaman, pepohonan, atau saluran air. Anda dapat menggunakan GIS untuk menetapkan masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan, penanaman, atau teknik yang digunakan dalam masa panen.Misalny GIS membantu menginventarisasi data-data lahan perkebunan tebu menjadi lebih cepat dianalisis. Proses pengolahan tanah, proses pembibitan, proses penanaman, proses perlindungan dari hama dan penyakit tananan dapat dikelola oleh manager kebun, bahkan dapat dipantau dari direksi.

 

·         Mengelola Sistem Irigasi 

GIS untuk membantu memantau dan mengendalikan irigasi dari tanah-tanah pertanian. GIS dapat membantu memantau kapasitas sistem, katup-katup, efisiensi, serta distribusi menyeluruh dari air di dalam sistem.

 

·         Perencanaan dan riwayat sumberdaya kehutanan 

Perencanaan dan riwayat manajemen pertanahan serta integrasinya dengan sistem hukum dan integrasinya dengan manajemen basis data relasional  sistem-sistem.

 

·         Perencanaan Pengelola Produksi Tanaman

GIS dapat digunakan untuk membantu perencanaan pengelolaan sumberdaya pertanian dan perkebunan seperti luas kawasan untuk tanaman, pepohonan, atau saluran air. Selain itu GIS digunakan untuk menetapkan masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan, penanaman, atau teknik yang digunakan dalam masa panen. Proses pengolahan tanah, proses pembibitan, proses penanaman, proses perlindungan dari hama dan penyakit tananan dapat dikelola oleh manager kebun, bahkan dapat dipantau dari direksi.

 

  • Presisi pertanian

Pertanian Presisi (precision farming/PF) merupakan informasi dan teknologi pada sistem pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola informasi keragaman spasial dan temporal di dalam lahan untuk mendapatkan keuntungan optimum, berkelanjutan, dan menjaga lingkungan.  Tujuan dari PF adalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan tanaman berdasarkan karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan.  Hal tersebut berpotensi diperolehnya hasil yang lebih besar dengan tingkat masukan yang sama (pupuk, kapur, herbisida, insektisida, fungisida, bibit), hasil yang sama dengan pengurangan input, atau hasil lebih besar dengan pengurangan masukan dibanding sistem produksi pertanian yang lain. PFmempunyai banyak tantangan sebagai sistem produksi tanaman sehingga memerlukan banyak teknologi yang harus dikembangkan agar dapat diadopsi oleh petani.  PF merupakan revolusi dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis teknologi informasi.

Pertanian Presisi (precision farming/PF ) merupakan informasi dan teknologi padasistem pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelolainformasi keragaman spasial dan temporal di dalam lahan untuk mendapatkankeuntungan optimum, berkelanjutan, dan menjaga lingkungan. Tujuan dari PF adalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisitanah dan keperluan tanaman berdasarkan karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan.Pada saat ini banyak produsen tanaman menerapkan site-specific crop management (SSCM ). Pemantauan hasil secara elektronis (electronic yield monitoring) seringkalimenjadi tahap pertama dalam mengembangkanSSCM atau program PF. Data hasiltanaman yang presisi dapat digabungkan dengan data tanah dan lingkungan untuk memulai pelaksanaan pengembangan sistem pengelolaan tanaman secara presisi (precision crop management system).

  • Kajian biodiversitas bentang lahan untuk kegiatan pertanian berlanjut

Dalam aspek konservasi hutan dan keragaman hayati, menentukan area prioritas danhotspot dari kerafaman hayati adalah hal paling mendasar. Aplikasi SIG untuk ini,baik di negara maju maupun di negara berkembang, sudah cukup banyak. Hutantropis mempunyai peranan yang signifikan dalam perubahan iklim global. SIGmerupakan alat yang sangat berguna dalam penelitian perubahan iklim, yaitu dalamhal pengorganisasian data, dalam bentuk basisdata global, dan kemampuan analisaspasial untuk pemodelan. Aplikasi SIG untuk penelitian perubahan iklim berkembangpesat, tetapi untuk negara berkembang masih sangat terbatas. Basisdata spasial akansemakin penting dalam hal mendukung pengambilan keputusan yang berkaitandengan pengelolaan hutan. Beberapa basisdata global yang mencakup area hutantropis sudah tersedia, yaitu meliputi basisdata topografi, hutan tropis basah, iklimglobal, perubahan iklim global, citra satelit, konservasi dan tanah.

 

  • Penilaian resiko usaha pertanian

GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumberdaya pertanian dan perkebunan skala kawasan yang luas secara optimal dengan resiko gagal tanam dan gagal panen minimum. GIS menetapkan masa tanam yang tepat, memprediksi masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap debit, curah hujan dan scenario pola tanam dan jenis tanam yang paling menguntungkan secara ekonomi dan teknis.

Dalam teknologi pangan, GIS dapat digunakan untuk memetakan keberadaan tanamanpangan. Aplikasi GIS yang digunakan dalam teknologi pangan diantaranya adalahfoodtrace dan quality trace. Aplikasi ini telah dikembangkan oleh THailand. Denganaplikasi ini kita dapat memperoleh informasi mengenai bahan baku suatu produk baik itu dari segi mutu dan asal bahan baku. Di Thailand, salah satu perusahaanpengalengan jagung menggunakan aplikasi ini untuk mencantumkan informasi bahanbaku dan ada kode-kode yang dapat dicek oleh konsumen untuk mengetahui asalbahan baku. Selain itu, GIS juga dapat dipergunakan untuk memetakan ketahananpangan suatu wilayah berdasarkan data-data yang dimasukkan dalam GIS.

 

Penilaian risiko bisnis dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi.  Menurut (Anderson et al., 1977; Elton dan Gruber, 1995; dan Fariyanti, 2008) terdapat beberapa ukuran risiko di antaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Secara praktis pengukuran varian dari penghasilan (return) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian (Elton dan Gruber, 1995). Sedangkan standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai varian.  Sementara itu, koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan (expected return) dari suatu aset. Penghasilan (return) yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga. Koefisien variasi menunjukkan variabilitas return dan biasanya dihitung sebagai nilai persentase. Jika data penghasilan yang diharapkan (expected return) tidak tersedia dapat digunakan nilai rata-rata return.

 

Pelaku bisnis termasuk petani harus berhati-hati dalam menggunakan varian dan standar deviasi untuk meperbandingkan risiko, karena keduanya bersifat absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan.  Untuk membandingkan aset dengan return yang diharapkan, pelaku bisnis atau petani dapat menggunakan koefisien variasi.  Nilai koefisien variasi merupakan ukuran yang sangat tepat bagi petani sebagai pengambil keputusan dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh.  Dengan menggunakan ukuran koefisien variasi, perbandingan di antara kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama, yaitu risiko untuk setiap return

Gambar 3

Gambar 3.  Pemanfaatan GIS dalam perencanaan bidang pertanian

Gambar 4

Gambar 4.  Sistem Informasi Geografi (GIS) berbasis pemetaan.

Walaupun saat ini penggunaan GIS dalam bidang pertanian belum umum dipakai, tapi bukanya tidak mungkin penerapan GIS dalam dunia pertanian akan makin sering dipakai. Sistem GIS ini bukan semata-mata software atau aplikasi komputer, namun merupakan keseluruhan dari pekerjaan managemen pengelolaan lahan pertanian, pemetaan lahan, pencatatan kegiatan harian di kebun menjadi database, perencanaan system dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan merupakan perencanaan ulang pengelolaan pertanian menjadi sistem yang terintegrasi. Dalam jangka panjang, bisa direduksi kemungkinan permasalahan lahan baik fisik maupun sosial. Bahkan dapat menjamin keberlangsungan perkebunan sebagai contohnya, dengan syarat pihak managemen senantiasa mempelajari berjalannya sistem ini dan mengambil keputusan managerial yang tepat.

4.      Tantangan Pemanfaatan Citra Satelit dan GIS

Penggunaan GIS belum lama dimulai, dan cukup bervariasi antar negara, yaitu dalam hal tujuan, aplikasi, skala operasional, kesinambungan, dan pembiayaan. Proses dimulainya penggunaan GIS di negara berkembang pada umumnya adalah dari proyek percontohan, dan bukan sistem yang berjalan secara operasional. Oleh karena itu GIS sebagian besar dikembangkan tanpa sebuah obyektif jangka panjang untuk mengintegrasikannya dengan GIS atau basisdata lain. GIS sebagian besar bukan dimaksudkan untuk digunakan oleh banyak orang dan biasanya dirancang untuk keperluan khusus.

Selain itu GIS lebih banyak dikembangkan pada level regional daripada level nasional dan urban. Dataset kebanyakan terdiri dari data biofisik, sedangkan data sosial-ekonomi jarang tercakup. Karena pendanaan dari pengembangan GIS kebanyakan dari bantuan internasional, proyek GIS cenderung dikelola oleh ahli yang biasanya masa kerjanya pendek, dan bukan oleh staf lokal.

Kendala yang dihadapi, sekaligus juga merupakan tantangan dalam pembangunan sebuah sistem informasi, khususnya sistem informasi yang juga memasukkan aspek spasial (keruangan) antara lain di pasaran dewasa ini, banyak sekali ditawarkan perangkat lunak yang khusus untuk menyeiakan data spasial tersebut dengan harga yang bervariasi. Faktor yang menjadi kendala terutama bagi pengguna yang sangat awam terhadap disiplin ilmu ”Sistem Informasi Geografis” dan hanya ingin mendapatkan informasi yang diinginkan saja tanpa perlu mengetahui lebih dalam tentang proses bisnisnya.

Faktor pengoperasian perangkat lunak juga menjadi kendala karena kurangnya kapasitas sumber daya manusia yang dalam bisang ini.  Faktor data penunjang, utamanya data spasial, yang relatif lebih mahal dan mempunyai rentang waktu pembaruan data yang relatif lebih lama dibandingkan dengan data tabular.  Hal ini mengakibatkan ketersediaan data yang diinginkan oleh penggunakan sangat terbatas karena untuk mendapakan diperlukan biaya yang cukup tinggi.  Secara umum untuk saat ini teknologi ini masih sangat terbatas dan aplikasinya masih sangat terbatas dalam bidang pertanian.  

Selain kendala yang berkaitan dengan proses dimulainya pengembangan GIS di atas, beberapa faktor lain yang menghambat pemakaian dan pengembangan GIS di Negara berkembang adalah kurangnya sumber dana, kurangnya pendidikan di bidang ini, kurangnya komunikasi antara para birokrat dengan teknokrat, rendahnya alur informasi, faktor politis yang berubah dengan cepat, kurangnya keleluasaan untuk memilih dan mengembangkan GIS karena bantuan asing yang biasanya cukup mengikat.

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pelatihan merupakan langkah penting untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia. Selain itu komitmen dari lembaga pemerintah untuk pemakaian GIS, terutama dalam hal perencanaan, akan sangat berguna.  Juga dengan melibatkan instansi lain seperti industri dan lembaga internasional, kemungkinan keberhasilan pengembangan GIS akan meningkat.

Dari uraian diatas maka mamfaat yang dapat diperoleh melalui kegiatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dengan aplikasi GIS khususnya dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan di antaranya adalah:

 

Ø  Mendorong terbentuknya jaringan informasi pertanian di tingkat lokal dan nasional.

Ø  Membuka akses petani terhadap informasi pertanian untuk:

  • Meningkatkanpeluang potensi peningkatan pendapatan dan cara pencapaiannya;
  • Meningkatkan kemampuan petani dalam meningkatkan posisi tawarnya, serta
  • Meningkatkan kemampuan petani dalam melakukan diversifikasi usahatani dan merelasikan komoditas yang diusahakannya dengan input yang tersedia,jumlah produksiyang diperlukan dan kemampuan pasar menyerap output.

Ø  Mendorong terlaksananya kegiatan pengembangan, pengelolaan danpemanfaatan informasipertanian secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung pengembanganpertanian lahan marjinal.

Ø  Memfasilitasi dokumentasi informasi pertanian di tingkat lokal (indigeneousknowledge) yang dapat diakses secara lebih luas untuk mendukungpengembangan pertanian lahan marjinal.


 

Daftar Pustaka

 

https://ernaldihpt.wordpress.com/2010/06/09/sig-dalam-bidang-pertanian/

http://haidarqudsi.blogspot.co.id/2015/06/sistem-informasi-geografis-sig-di.html

http://lenterageosfer.blogspot.co.id/2014/05/sistem-informasi-geografi-sig-di-bidang.html

http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=839:peranan-geographic-information-system-gis-dalam-perencanaan-pengembangan-pertanian&catid=164:buletin-nomor-6-tahun-2012&Itemid=342

Jaya, I N S, 2003. Prospek Pemanfaatan Citra Resolusi Tinggi dalam rangka Identifikasi Jenis Pohon: Studi kasus menggunakan Citra CASI (Compact Airborne Spectographic Imager) dan IKONOS di Kebun Raya Bogor. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XII dan Kongres III Mapin. Bandung.

http://kickfahmi.blogspot.co.id/2012/10/aplikasi-gis-untuk-mendukung-kegiatan_9609.html

Lillesand and Kiefer, 1993. Remote Sensing And Image Interpretation, Jhon Villey and Sons,New York.Puntodewo.A, S.Dewi, J.Tarigan, 2003.  Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam.  Center for International Forestry Research (CIFOR).

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000.  Sumberdaya Lahan Indonesia dan  Pengelolaannya. Puslit. Tanah dan  Agroklimat:Bogor.

Subaryono, 2005, Pengantar Sistem Informasi Geografis. Jurusan Teknik. Geodesi, FT UGM: Yogyakarta.

Suryana, A., A. Adimihardja, A. Mulyani, Hikmatullah, dan A.B. Siswanto. 2005.  Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Tinjauan aspek kesesuaian lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.