Senin, 25 Oktober 2021

Penyuluhan Pertanian

 

Kelembagaan Penunjang

            Kelembagaan penunjang pertanian yang ada di pedesaan sangat beragam. Lembaga-lembaga tersebut meliputi lembaga produksi (kelembagaan tani), lembaga penyedia sarana produksi (kios-kios pupuk dan obat-obatan serta KUD), lembaga penyuluhan pertanian, lembaga pelayanan permodalan atau lembaga finansial (Bank, LKP, Koperasi simpan pinjam dan UPKD), lembaga ketenagakerjaan, lembaga pengolahan hasil pertanian, lembaga pelayanan jasa mekanisasi dan lembaga pemasaran hasil pertanian.

            Lembaga-lembaga penunjang pertanian tersebut hampir terdapat di semua desa yang menjadi lokasi penelitian. Akan tetapi keberadaan lembaga pertanian tersebut tidak semua mempunyai daya dukung yang sama dalam program pembangunan pertanian. Daya dukung kelembagaan adalah besarnya kemampuan kelembagaan untuk mendukung (secara berkelanjutan) berlangsungnya suatu program pembangunan pertanian. Peranan lembaga-lembaga itu dalam pembangunan pertanian belum terintegrasi secara baik dalam mendukung keberlanjutan pembangunan pertanian.

            Lembaga-lembaga penunjang pertanian di pedesaan pada wilayah lahan kering relatif lebih statis dibandingkan dengan yang berada di wilayah lahan basah. Dinamika lembaga penunjang pertanian pada wilayah lahan kering mempunyai hubungan dengan dinamika petani lahan kering dalam melakukan aktivitas usahatani. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa daya dukung kelembagaan penunjang pertanian pada wilayah lahan kering tergolong memiliki daya dukung subsisten dan sub-optimum.

a.      Lembaga Produksi (Kelembagaan Tani)

            Keberadaan kelompok tani belum berfungsi optimal untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pertanian. Kegiatan-kegiatan kelompok untuk menjaring informasi teknologi-teknologi baru pada sumber teknologi hampir tidak pernah dilakukan. Anggota kelompok tani belum menganggap kelompok tani sebagai media belajar dan penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan usahatani. Teknologi-teknologi yang diterapkan petani selama ini merupakan hasil belajar sendiri dan keaktifan mereka untuk mencari informasi teknologi diantara mereka sendiri. Petani padi memperoleh saprodi di kios yang terletak di ibukota kecamatan, sedangkan penjualan hasil pertanian dilakukan kepada pedagang pengumpul yang datang ke desa. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan kelompok tani belum optimal. Banyak teknologi-teknologi yang belum mapu diakses petani dan penyebaran teknologi belum mampu menjangkau semua lapisan petani.

            Keaktifan anggota kelompok tani untuk mendukung kegiatan kelompok sebagai media belajar bagi mereka relatif sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persentase kehadiran yang sangat sedikit dalam setiap pertemuan kelompok tani. Peserta yang hadir kurang memberikan kontribusi saran dan pendapatnya. Keaktifan kegiatan kelompok tani yang ada tidak terlepas dari berjalannya sistem penyuluhan. Kegiatan penyuluhan diharapkan dapat memberi motivasi kelompok tani untuk melakukan perubahan-perubahan yang lebih produktif dan efesien.

            Tingkat penerapan teknologi oleh petani sayur-sayuran pada lahan kering dataran tinggi relatif tinggi, demikian juga tingkat penerapan teknologi oleh petani tembakau pada wilayah lahan kering dataran rendah juga relatif tinggi. Sedangkan tingkat penerapan teknologi untuk tanaman pangan, tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan dan peternakan masih relatif sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung kelembagaan produksi dalam penggunaan teknologi sifatnya tidak statis karena sangat tergantung pada jenis komoditas yang dinilai oleh mereka mempunyai peluang pasar yang tinggi.

b.      Lembaga Penyedia Sarana Produksi

            Jumlah pedagang sarana produksi dan kios yang terdapat setiap desa di kabupaten Lombok Timur cukup sebanyak. Kios sarana produksi menyediakan sarana produksi untuk petani meliputi benih, pupuk dan obat-obatan tanaman. Jenis benih dan pupuk yang banyak dijual adalah benih padi sawah, benih jagung dan pupuk Urea, SP36, ZA dan NPK. Jenis saprodi yang relatif kurang diperdagangkan oleh kios-kios saprodi di desa-desa adalah obat-obatan ternak. Sebagian peternak masih merasa kesulitan untuk memperoleh obat-obatan ternak. Sementara keberadaan KUD yang sebagian besar berada di kota kecamatan yang berfungsi sebagai penyalur saprodi kepada anggota relatif tidak aktif lagi.

            Kios sarana produksi tersebut tidak semua menjual setiap hari, sangat tergantung musim dimana saprodi dibutuhkan petani atau disesuaikan musim tanam. Kios saprodi yang berada di kota kecamatan relatif menjual saprodi setiap hari dengan daya jangkau sasarannya lebih luas. Daya dukung lembaga penyedia sarana produksi pada program pertanian ditentukan oleh waktu atau musim dan jenis komoditas yang diusahakan petani.

            Sistem pembayaran untuk pembelian saprodi oleh pedagang ke distributor adalah bervariasi yaitu ada yang membayar kontan dan yang bayar sebagian (sistem panjar). Sistem pembayaran untuk penjualan saprodi juga bervariasi; ada yang dibayar kontan, dipanjar yang baru akan dibayar lunas setelah panen, dan sistem ijon dengan bungan 30 – 40% per musim. Misalnya ijon pupuk Urea sebanyak 1 kw dibayar setelah panen senilai Rp. 250.000,-.

            Di bidang peternakan mutu bibit akan menentukan tingkat produksi yang lebih baik dalam usahata ternak. Kualitas bibit ternak sapi Bali masih sangat rendah bahkan petani/ peternak sudah mengalami kesulitan untuk memperoleh mutu bibit sapi Bali yang baik. Untuk memperoleh bibit sapi yang berkualitas harus didukung oleh penerapan teknologi dan kelembagaan. Akan tetapi kelembagaan yang secara khusus memproduksi dan menyediakan bibit sapi Bali yang berkualitas di pedesaan belum ada.

            Peningkatan kualitas sapi Bali melalui penerapan teknologi budidaya perlu menjadi prioritas. Kelembagaan pembibitan sapi Bali yang secara khusus memproduksi bibit sapi Bali yang berkualitas belum tersedia. Bibit sapi Bali yang dihasilkan yang kurang terseleksi dengan mutu yang kurang terjamin akibatnya sering muncul masalah reproduksi, dan tingkat kematian anak tinggi.

c.       Lembaga Penyuluhan dan Informasi Teknologi

            Penyuluhan dan pembinaan petani yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait masih relatif kurang. Daya dukung lembaga ini sangat tergantung pada komoditas dominan yang di tanam dan tingkat intensifikasi yang diterapkan. Akhir-akhir ini kegiatan PPL untuk melakukan penyuluhan pada kelompok tani semakin berkurang. Hal ini sebagai dampak dari daya dukung yang optimum dari kelembagaan ini selama revolusi hijau serta perubahan kebijakan pemerintah pusat dalam memberikan otonomi kepada pemerintah daerah.

            Kurangnya kegiatan penyuluhan di pedesaan menyebabkan arus transformasi inovasi teknologi yang dibutuhkan petani mengalami penurunan. Selama tiga tahun terakhir ini kegiatan penyuluhan dan pembinaan kelompok tani tidak pernah dilakukan PPL. Kegiatan penyuluhan terutama dari PPL tanaman pangan relatif kurang. Sampai dengan saat ini kelembagaan informasi teknologi di pedesaan yang secara khusus melakukan kegiatan transfer teknologi, memberikan pelayanan konsultasi teknologi dan pemberdayaan kelembagaan tani belum ada. PPL perkebunan melakukan pembinaan kepada petani binaannya yang menjadi mitra dari perusahaan tembakau.

                        Kebijakan pemerintah yaitu perubahan struktur organisasi lembaga pemerintah dimana saat ini PPL berada di bawah Pemerintah Daerah menyebabkan tidak dilakukan lagi program penyuluhan, kegiatan PPL terbatas bahkan tidak ada kegiatan sama sekali. Dengan adanya Undang-Undang Otonomi Daerah maka segala urusan pemerintahan diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten termasuk ujung tombak pembangunan pertanian di lapang yaitu PPL. Tugas PPL saat ini tidak hanya sebagai penyuluh pertanian, namun sebagian waktunya untuk menyelesaikan administrasi kantor sehingga program penyuluhan praktis tidak ada. Penyuluhan dilakukan apabila ada kegiatan proyek di wilayah kerjanya.

            Kegiatan pembinaan kelompok khusus pada tanaman tembakau yang masih berjalan adalah yang dilakukan oleh Penyuluh Lapang Perkebunan (PLP) yang merupakan tenaga teknis dari perusahaan tembakau relatif aktif memberikan bimbingan kepada petani tembakau baik petani yang tergabung dalam kelompok binaan maupun petani swadaya.

d.      Lembaga Pelayanan Permodalan

            Lembaga finansial yang dominan biasa ada di desa adalah lembaga finansial non formal seperti koperasi tani, kelompok simpan pinjam, KUB, UPKD, UKM dan LKM serta yang paling dominan selalu ada di pedesaan yaitu yang bersifat perorangan seperti rentenir. Lembaga finansial non formal selain yang bersifat perorangan tidak semua terdapat di desa dan pelayanan permodalan kepada petani untuk kegiatan usahatani sangat kurang. Bahkan terdapat sebagian lembaga finansial non formal yang tidak aktif lagi. Daya jangkau dari lembaga-lembaga tersebut relatif terbatas pada wilayah dusun atau desa. Kekuatan permodalan yang dimiliki sangat terbatas dan tidak mampu melayani kebutuhan petani. Daya dukung kelembagaan ini untuk melayani kegiatan program-program pertanian sangat terbatas.

            Lembaga permodalan atau lembaga finansial formal seperti BRI, BPR dan LKP sebagian besar terdapat di kota kecamatan. Daya jangkau lembaga tersebut hanya di sekitar kota kecamatan dan belum mampu melayani kegiatan program pertanian. Lembaga-lembaga tersebut lebih dominan melayani perkreditan di sektor-sektor lain di luar pertanian. Lembaga permodalan lain seperti BNI dan bank-bank lain hanya terdapat di daerah tertentu dimana kegiatan usahatani petani yang memiliki dinamika lebih tinggi seperti di Kecamatan Sembalun yang merupakan sentra produksi sayur-sayuran dan di Kecamatan Aikmel yang menjadi sentra produksi jagung untuk di lahan sawah irigasi.

            Akses masyarakat ke bank khususnya di daerah lahan kering dataran tinggi seperti di Kecamatan Sembalun relatif cukup baik yaitu ke BRI dan BNI yang ada Kecamatan Aikmel atau ibukota kabupaten yaitu Selong. Nasabah BRI dan BNI cukup banyak di Desa Sembalun Lawang dan Sajang. Berbeda dengan masarakat petani di wilayah lahan kering dataran rendah yang relatif lebih kering, akses mereka pada Bank sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh persyaratan-persyaratan untuk peminjaman modal relatif rumit dirasakan bagi petani dan tidak dapat dijangkau oleh petani kecil atau petani miskin.

            Birokrasi yang dipandang agak berbelit-belit dari lembaga keuangan formal dan adanya sistem jaminan di sebagian lembaga keuangan formal menyebabkan petani merasa kesulitan mengakses lembaga keuangan formal. Dalam mengatasi masalah keuangan, secara cepat, mudah dan tanpa jaminan, hanya dengan modal saling percaya dan kejujuran adalah melalui rentenir dan pengijon. Mereka merasa lebih bebas untuk meminjam uang atau sarana produksi di kios saprodi, tetangga, dan keluarga, serta pelepas uang (istilah petani bank rontok/bank subuh/bank keliling) dengan bunga yang relatif tinggi. Lemahnya lembaga keuangan di tingkat desa sehingga petani tidak bisa melepaskan diri dari sistem ini merupakan salah satu penyebab kemiskinan berkesinambungan di desa.

            Modal usahatani terutama usahatani tembakau di wilayah lahan kering dataran rendah sebagian kecil bersumber dari usahatani padi dan usaha ternak. Kekurangan modal umumnya diperoleh dengan meminjam dari perusahaan atau gudang dalam bentuk sarana produksi dan pelepas uang dengan bunga yang relatif tinggi, bunga pinjaman yang dikenakan oleh pelepas uang atau rentenir yaitu bisa mencapai 100 persen dalam satu musim tanam, sehingga dikenal dengan istilah bank empat enam artinya meminjam empat bagian dikembalikan sebesar enam bagian. Pelayan permodalan atau perkreditan berupa saprodi (bibit/benih, pupuk dan obat-obatan) dari perusahan tembakau relatif terbatas dan tidak mampu melayani semua petani tembakau. Jangka waktu pinjaman sekitar enam bulan atau pembayaran dilakukan setelah panen dan langsung diperhitungkan dari hasil penjualan tembakau di tambah bunga 12,5%.

            Ketergantungan petani kepada rentenir dan ijon tidak hanya untuk memperoleh modal usahatani, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keterbatasan sumberdaya dan tidak adanya lembaga keuangan formal yang dapat diakses petani menyebabkan ijon menjerat petani di segala bidang kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga maka segala jenis komoditi pertanian seperti, pisang, panili, kopi dan bahkan anak sapi yang masih dalam kandungan terpaksa diijonkan petani.

e.       Lembaga Pemasaran

            Secara umum pasar untuk hasil pertanian dan peternakan telah tersedia. Jumlah pedagang yang membeli hasil pertanian baik dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten dan propinsi cukup banyak dan mempunyai jaringan pemasaran yang kuat dalam sistem pemasaran. Pedagang jagung, tembakau, sayur-sayuran dan pedagang ternak misalnya mempunyai jaringan yang kuat dalam sistem pemasaran. Volume pembelian dan penjualan hasil cukup tinggi dengan tingkat harga yang bersaing. Beberapa komoditas tertentu seperti ternak sapi, bawang putih, bawang merah, jagung, tembakau, kopi, kakao, dan panili telah bersaing di pasar regional dan internasional.

            Komoditas tembakau merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan di wilayah kering dataran rendah (lahan sawah tadah hujan) yang telah membangun pola kemitraan dengan perusahaan tembakau mulai dari produksi sampai pemasaran hasil yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

            Petani yang sebagian besar memiliki permodalan yang sangat terbatas mengharapakan dari pola kemitraan usahatani tembakau ini mendapat dukungan penyediaan sarana produksi (pupuk dan obat-obatan) dan pemasaran hasil. Namun demikian dalam hubungan kemitraan ini petani berada pada posisi yang lemah, seperti misalnya dalam penentuan harga jual yang berdasarkan grade. Keberadaan kelembagaan tani relatif lemah dan dalam meningkatkan posisi tawar. Hal ini karena semua yang bergerak dalam bisnis tembakau masing-masing menerapakan strategi untuk mencari keuntungan. Dalam dunia bisnis bahwa setiap pelaku bisnis akan menerapkan strateginya sendiri untuk memperoleh keuntungan walaupun itu dilakukan dengan tidak jujur.

f.        Lembaga Ketenagakerjaan Pertanian

            Daya dukung kelembagaan ketenagakerjaan pertanian bersifat tidak statis karena sangat tergantung pada waktu, jenis pekerjaan dan jadwal kegiatan pertanian yang ada. Dukungan lembaga ini yang tergantung pada waktu adalah kegiatan pengolahan tanah, tanam, penyiangan dan panen untuk tanaman padi dilakukan menjelang dan selama dan akhir musim hujan; kegiatan pengolahan tanah, penanam, penyiraman dan panen pada tanaman tembakau dan tanaman sayur-sayuran.

            Kelompok-kelompok kerja buruh tani adalah kelompok buruh tanam dan panen tanaman padi dan tembakau, dengan jumlah satu kelompok kerja berkisar 8 – 12 orang. Kelompok-kelompok kerja tersebut cenderung bersifat parmanen karena pembentukan kelompok didasarkan domisili anggota. Mobilitas tenaga kerja juga sangat tergantung pada jenis komoditas dan tingkat intensifikasi. Komoditas tembakau dan sayur-sayuran (bawang merah, bawang putih, cabai dan kubis) misalnya membutuhkan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

g.      Lembaga Pelayanan Jasa Mekaniasi Pertanian

            Pelayanan jasa alsintan yang biasa ada pada kegiatan pertanian adalah penyewaan traktor pada kegiatan pengolahan tanah, penyewaan huller untuk penggilingan gabah, penyewaan mesin pemipil jagung serta penyewaan alat open untuk pengeringan daun tembakau. Pemilikan alat-alat mekanisasi tersebut umumnya bersifat perorangan kecuali terdapat sebagian kecil huller maupun traktor yang merupakan milik KUD dan kelompok.

Kemampuan dan keterbatasan tenaga kerja manusia untuk melakukan pekerjaan tersebut secara manual serta waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif lama maka daya dukung dari kelembagaan ini akan meningkat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar